Kamis, 26 Februari 2009

Bahasa dan Konteks Sosial

A. Keterkaitan bahasa dengan jenis kelamin (Gender)
Aspek pembeda kebahasaan yang tidak selalu ada dalam bahasa, yaitu jenis kelamin, akan dibicarakan dalam materi ini. Menurut penelitian memang ada sejumlah masyarakat tutur pria berbeda dengan tutur wanita.

Dalam penelitian-linguistik kadang-kadang wanita tidak dipakai sebagai informan karena alasan-alasan tertentu. Multamia dan Basuki (1989)mengutip beberapa pandangan para pakar dialektologi “tradisional” tentang wanita yang akan dijadikan informan. Berkaitan dengan pengambilan responden /informan , Kurath (1939:43) mengemukakan:
“…They should be male because in the Western nations women’s apeech tends to be more self-conscious and classconsious than men’s…” (… mereka, yaitu resonden, haruslah laki-laki karena dalam masyarakat barat tutur wanita itu cenderung lebih sadar-diri dan sadar-kelas dari pada tutur laki-laki…)

B. Hubungan bahasa dengan jenis kelamin
1. Gerak anggota badan dan ekspresi wajah
Perbedaan pria dan wanita itu mungkin tidak langsung menyangkut masalah bahasa atau strukturnya, melainkan hal-hal lain yang membarengi tutur. Hal-hal itu diantaranya gerak anggota badan (gesture) dan ekspresi wajah. Gesture adalah gerak anggota badan seperti kepala, tangan, jari yang menyertai tutur.
Sebagai contoh tutur masyarakat Indonesia. kalau orang bertutur dan menyetujui atau membenarkan ucapan atau pendapat orang lain yang di ajak bicara, orang itu akan mengatakan, “ya”, dibarengi dengan anggukan kepala.

Dalam hal ekspresi, di Indonesia wanita relatif lebih banyak “mempermainkan” bibir dan matanya dibandingkan dengan pria. Dalam bahasa Jawa ada sejumlah kata yang berkisar pada “permainan” mata atau bibir itu, yang mencerminkan ekspresi wajah dan banyak dikenakan pada wanita dari pada pria. Misalnya kalau jengkel, tidak berkenan, tersinggung, matanya akan mleruk (Jawa) atau mlerok (Jawa), sedangkan pria akan melotot

2. Suara dan intonasi
Banyak orang mengenal suara wanita dan pria karena secara umum bisa dikatakan volume suara pria relative lebih besar dari pada wanita. Dalam dunia seni suara kita kenal golongan suara pria dan wanita. Pada wanita misalnya ada suara alto dan sopran, pada pria ada suara tenor dam bas. Semua ini tentu berhubungan dengan organ-organ tubuh penghasil suara yang sedikit banyak berbeda pada pria dan wanita.

Kita bisa melihat dalam intonasi, misalnya intonasi “memanjang”pada bagian akhir kalimat lebih banyak pada wanita. Dalam bahasa Indonesia kita kenal istilah “suara manja” yang khas pada wanita, atau aleman dalam bahasa Jawa, atau manying dalam bahasa Bali. Dalam dunia pewayangan kita mengenal gaya bicara Srikandi yang kenes dalam istilah Jawa (dengan intonasi turun naik cepat dan nyaring) di samping gaya bicara Sembadra yang lembut dan lambat.

3. Fenom sebagai ciri pembeda
Vocal pada tutur wanita, dalam banyak logat atau ragam bahasa Inggris Amerika, telah ditemukan posisinya lebih “meminggir” atau “menepi” (lebih ke depad, ke belakang, lebih tinggi, atau lebih rendah) dibandingkan dengan vokal pria.

Ada dua fonem yang khusus untuk pria dan untuk wanita dalam bahasa Yukaghir, Asia Timur Laut. Keduanya dilafalkan sama oleh anak-anak. Lafal kanak-kanak ini sama dengan lafal yang dipakai oleh wanita dewasa dan berbeda pada wanita usia tua. Lafal pria dewasa berbeda dengan lafal pada waktu kanak-kanak mereka, dan berbeda pula ketika mereka sudah tua.
Perkembangan ini dapat diskemakan sebagai berikut:
Kanak-kanak Dewasa Tua
P : /tz/ , /dz/ /tj/ , /dj/ /cj/ , /jj/
W : /tz/ , /dz/ /tz/ , /dz/ /cj/ , /jj/

Tampak sekali pada gambar, bahwa wanita hanya sekali wajib mengubah lafalnya, yaitu dari masa dewasa ke masa usia tua, dan pria mengalami dua kali perubahan lafal fonem sepanjang peralihan itu.


C. Ragam Bahasa Waria dan ”Gay”
Waria (singkatan dari wanita-pria) atau wadam (wanita adam atau Hawa-Adam) merujuk kepada orang yang secara biologis atau fisik berkelamin laki-laki tetapi berpenampilan (berpakaian dan berdandan) serta berperilaku seperti atau mengidentifikasikan diri sebagai perempuan. Gay (homoseks atau homo) merujuk kepada laki-laki yang menyukai sesama laki-laki secara emosional-seksual. Berikut uraian Dede Oetomo tentang bahasa mereka, yang sebenarnya termasuk “bahasa rahasia”.

Dede Oetomo meneliti waria dan gay di Surabaya dan sekitarnya. Dede melihat waria biasanya merupakan kelas “bawah”, berasal dan beroperasi di kota kecil, sebagian “melacukan diri” di tempat-tempat tertentu dan sebagian lagi bekerja sebagai penata rambut dan sebagainya. Sesuai dengan kelas sosialnya, mereka lebih banyak ke bahasa jawa daripada bahasa indonesia. Bahasa mereka dapat ditinjau dari dua segi, yaitu (A) struktur pembentukan istilah dengan kaidah perubahan bunyi yang produktif dan teramalkan, dan (B) penciptaan istilah baru atau pemberian makna lain pada istilah umum yang sudah ada.

Pada unsur (A) ada dua jenis pokok yaitu (A1) yang berdasarkan kata bahasa Jawa, dan (A2) yang berdasarkan kata-kata bahasa Indonesia. Unsur (A2) dapat dibedakan menjadi dua pula, yaitu (A2a) jenis kata-katanya berakhir dengan –ong dan (A2b) jenis kata-katanya yang berakhir dengan –s. kaum waria umumnya memakai A1, sedangkan gay memakai A1 maupun A2. jenis B dipakai oleh keduanya
Contoh A1:
Banci  siban
Lanang ‘laki-laki’  silan
Payu ‘laku’  sipa
Wedok ‘perempuan’  siwet
Nyonya  sinyon
Kaidah:
ambil tiga bunyi pertama, konsonan (K) + vocal (V) + k
tambah si di depan
bunyi K-akhir disesuaikan dengan kaidah umum dalam bahasa Jawa: /y/ hilang, /ny/ menjadi /n/.
Contoh A2:
Banci  bencong
Homo  hemong
Maen ’bersetubuh’  meong
Kaidah:
ambil tiga bunyi pertama: atau dua, jika K2 tidak ada.
Tambahkan –ong di belakangnya.

D. Keterkaitan Bahasa dan Usia
Usia merupakan salah satu rintangan sosial yang membedakan kelompok-kelompok manusia. Satu hal yang membedakan dialek sosial kelas buruh, atau dialek regional.

a. Tutur Anak-Anak
Kita dapat mengetahui dri penelitian Roger Brown dan Ursula Bellugi, yang disusutkan atau dihilangkan adalah kata-kata yang termasuk golongan fungtor atau kata tugas, seperti kata depan, kata sumbang, partikel, dan sebagainya. Fungtor adalah kata-kata yang tidak mempunyai arti sendiri dan biasanya hanya mempunyai fungsi gramatikal dalam sintaksis.

Dilihat dari ciri universal dalam tutur anak-anak ditinjau dari segi fonologi. Misalnya bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh gerak membuka dan menutupnya bibir yang biasa disebut bunyi bilabial, merupakan bunyi-bunyi yang sangat umum dihasilkan oleh anak-anak pada awal ujarannya.

Kata-kata yang biasanya dilatih oleh orang tua kepad anak-anaknya, yaitu: mik atau mimik ‘minum’ , maem ‘makan’ , bubuk ‘tidur’ ,eek ‘buang air besar’ , pipis ‘buang air kecil’ , pung atau pakpung ‘mandi’.

b. Tutur Anak Usia SD
Tutur anak usia SD kebanyakan menggunakan bahasa ibu sendiri. Misalnya di Amerika anak-anak yang berbahasa-ibu bahasa Inggris diajar bahasa Inggris. Kebetulan anak ini berasal dari bahasa yang beragan bahasa baku, mereka tidak akan mengalami kesulitan. Tapi jika mereka berasal dari lingkungan nonbaku, mereka akan mengalami kesulitan.Dan yang kedua dengan menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa ibu.

Bahasa lain itu sebagai bahasa kedua (B2) atau bahasa Asing. Contohnya adalah anak-anak SD di Indonesia yang umumnya B1-nya bahasa daerah, kemudian memperoleh bahasa Indonesia, sebagai B2. pengajaran B2 ini yang menyebabkan munculnya kedwibahaswan muda.

c. Tutur Remaja
Masa remaja mempunyai ciri antara lain petualangan, pengelompokan (klik), ”kenakalan”. Ciri ini tercermin dalam bahasa Indonesia, atau yang sering terjadi mereka sering mengeluarkan bahasa ”rahasia” yang hanya berlaku pada keLompok mereka.
penyisipan konsonan V + vokal
Sebelum tahun 50 di kalangan remaja muncul kreasi menyisipkan konsonan v+vokal pada setiap kata yang dipakai. Vokal di belakang v itu sesuai dengan vokal suku kata yang disisipi. Konsonan v+vokal itu di tempatkan di belakang setiap suku kata , baik dalam bahasa daerah maupun BI.
Contoh:
mavatava (ma + va) + (ta +va) Mata = ma +ta
mavativi (ma +va) + (ti + vi ) Mati = ma + ti
mavatavang. (ma + va) + (ta +va + ng) Matang = ma + tang

penggantian suku akhir dengan –sye
Menjelang tahun 60 muncul bentuk lain, yang seluruh kata dalam kalimat diganti dengan cara ini dan diucapkan dengan cepat, maka seperti bahasa Cina.
Contoh:
kunsyekunci
tamsyetambah

membalik fenom-fenom dalam kata (ragam walikan)
Bahasa rahasia yang unik di kalngan remaja, disekitar tahun 1960 muncul di Malang, tetapi akhirnya juga meluas. Aturan umum dalam bahasa rahasia ini, dasarnya bisa bahasa Jawa atau bahasa Indonesia. Kata-kata ”dibaca” menurut urutan fonem daru belakang, dibaca terbalik (Jawa=walikan).
Contoh:
Mata  atam
Sari  iras
Tidak  kadit

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan beri komentar