BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan dituruntemurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Kesusastraan, baik lisan maupun tulisan adalah ‘dunia’ ciptaan pengarang dengan mempergunakan medium bahasa (Suripan, 1991:1-2).Sastra lisan di dalam masyarakat tradisional bersifat komunal, artinya, milik bersama. Demikian juga dengan folklor, menurut Dananjaja (1984:2) folklore adalah
sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat/ alat pembantu pengingat (memornic device). Dalam masyarakat yang bersifat komunal, pencipta folklor itu tidak diketahui.
Puisi lisan, khususnya puisi sawer pengantin, dalam masyarakat penuturnya juga merupakan sastra lisan yang turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Di dalam puisi sawer pengantin terdapat banyak sekali nasihat-nasihat dan doa-doa yang ditujukan untuk kedua mempelai pengantin yang akan memulai bahtera rumah tangga. Nasihat-nasihat itu tentunya sangat penting bagi kedua mempelai yang akan memulai bahtera rumah tangga mereka maupun untuk suami istri yang telah menikah. Oleh karena itu, puisi sawer juga merupakan salah satu hal yang penting dalam sebuah pesta pernikahan, selain sebagai sebuah hiburan.
Sebagai sebuah kebudayaan tradisional, saweran dan puisi sawernya merupakan kebudayaan yang harus terus dijaga dan tetap dilestarikan keberadaannya. Apalagi ditengah zaman yang masyarakatnya semakin melupakan kebudayaan tradisional dan lebih memilih kebudayaan modern sebagai acuan. Itulah sedikit alasan kenapa penulis memilih objek puisi sawer panganten sebagai bahan penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas di dalam makalah ini antara lain:
1.2.1 Bagaimana struktur teks puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut?
1.2.2 Bagaimana fungsi puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut?
1.2.3 Bagaimana konteks penuturan puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam sebuah pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut?
1.2.4 Bagaimana proses penciptaan puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut?
BAB II ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI
Teks yang dianalisis merupakan teks puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam sebuah pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut. Puisi sawer ini sebenarnya terdiri atas 100 bait (padalisan), namun dalam makalah ini penulis hanya akan menganalisis dua bait awal puisi sawer tersebut yang saling berkaitan. Bahasa yang digunakan dalam puisi sawer tersebut adalah bahasa Sunda. Analisis ini akan mengacu pada analisis struktur, konteks penuturan, proses penciptaan, dan fungsi.
2.1.1 Analisis Struktur Lagu Sawer Analisis struktur teks akan meliputi analisis : formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, diksi, dan tema.
2.1.1.1 Analisis Struktur Lagu Sawer Bait Pertama
Teks asli bait 1 Teks Terjemahan bait 1
(1) Bismillah da ngawitan Bismillah mengawali
(2) mugi gusti nangtayungan semoga tuhan meridhoi
(3) euis asep nu rendengan euis asep yang berdampingan
(4) mugia kasalametan semoga keselamatan
2.1.1.1.1 Formula Sintaksis Puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi ini sebenarnya mempunyai 100 bait (padalisan), tapi di dalam makalah ini penulis hanya akan menganalisis dua bait awal dari 100 bait lagu sawer tersebut. Penulis akan menganalisis pada tataran sintaksis, terutama lebih menyangkut aspek fungsi, kategori, dan peran komponen teks dua bait puisi sawer tersebut.
Kalimat pertama merupakan kalimat yang dibentuk dengan konstruksi S+P yang terdapat pada larik pertama /bismillah ngawitan/. Pada larik ini terdapat dua kata dan enam suku kata. Bismillah menempati fungsi subjek yang berkategori nomina dan menempati peran sebagai penderita. Sedangkan frasa da ngawitan berfungsi sebagai predikat yang berkategori kata verbal dan berperan sebagai perbuatan.
Analisis sintaksis Bismillah Da ngawitan
Fungsi S P
Kategori N V
peran Penderita Perbuatan
Tabel 2.1.1.1.1 Analisis Sintaksis kalimat pertama. Dari tabel di atas terlihat bahwa kata bismillah merupakan subjek pada konstruksi kalimat pertama yang berkategori kata benda (nomina). Peran dari subjek ini adalah sebagai penderita karena merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang predikat (ngawitan). Sedangkan fungsi predikat diduduki oleh frasa verbal da ngawitan yang memiliki peran sebagai perbuatan karena menunjukan perbuatan.
Kalimat kedua pada bait pertama puisi sawer ini terdapat pada larik kedua yaitu /mugi gusti nangtayungan/. Kalimat tersebut terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Sedangkan konstruksi kalimatnya adalah S+P untuk lebih jelas perhatikan table berikut :
Analisis sintaksis Mugi gusti Nangtayungan
Fungsi S P
Kategori N V
peran Pelaku Perbuatang
Tabel 2.1.1.1.2 Analisis Sintaksis kalimat kedua. Kalimat kedua memiliki konstruksi S+P. Fungsi subjek ditempati oleh frasa mugi gusti yang berkategori frasa nomina dan berperan sebagai pelaku karena subjek melakukan perbuatan yang dinyatakan fungsi predikat /nagtayungan/. Predikat sendiri menduduki kategori kata kerja (verba) dan mempunyai peran sebagai perbuatan karena menunjukkan hal yang dilakukan pelaku.
Kalimat ketiga pada bait pertama terdapat pada larik ketiga yaitu /euis asep nu rendengan/. Konstruksinya yaitu S+P. Fungsi subjek diisi oleh frasa euis asep yang berkategori kata benda (nomina) dan berperan sebagai pelaku. Sedangkan frasa nu rendengan menempati fungsi predikat, berkategori frasa verba dan menempati peran sebagai perbuatan.
Analisis sintaksis Euis asep Nu rendengan
Fungsi S P
Kategori N V
peran Pelaku Perbuatan
Tabel 2.1.1.1.3 Analisis Sintaksis kalimat ketiga. Konstruksi kalimatnya adalah S+P. Fungsi subjek diisi oleh frasa euis asep yang menempati kategori frasa nomina dan berperan sebagai pelaku karena subjek melakukan perbuatan yang dinyatakan fungsi predikat nu rendengan. Sedangkan fungsi predikatnya diisi olek frasa nu rendengan yang berkategori frasa verba dan berperan sebagai perbuatan karena menunjukan hal yang dilakukan oleh pelaku.
Larik keempat merupakan sebuah frasa nomina yaitu /mugia kasalametan/. Terdapat dua kata dan delapan suku kata dalam kalimat itu. Fungsinya sebagai predikat. Kategorinya adalah frasa nomina dan menempati peran sebagai perbuatan.
Analisis sintaksis Mugia kasalametan
Fungsi P
Kategori N
Peran Perbuatan
Tabel 2.1.1.1.4 Analisis Sintaksis kalimat keempat. Konstruksi kalimatnya adalah P. Fungsi predikat ini diisi oleh frasa mugia kasalametan yang menempati kategori frasa nomina dan berperan sebagai perbuatan karena menunjukkan hal yang dilakukan.
2.1.1.1.2 Formula Bunyi
Pada puisi sawer panganten yang dituturkan oleh Pak Dadi ini terdapat bunyi-bunyi vokal dominan yang dikombinasikan dengan konsonan-konsonan tertentu. Seperti pada bait pertama, bunyi vokal yang dominan adalah bunyi vokal /a/ yang dikombinasikan dengan bunyi konsonan lain.
Vokal yang dominan muncul pada larik pertama bait pertama ini adalah vokal /i/ dan /a/. Vokal /i/ dikombinasikan dengan konsonan /b/ dan /m/ pada kata bismillah, dan konsonan /w/ pada kata ngawitan. Efek yang duhasilkan dari kombinasi tersebut adalah pengucapan yang agak berat dan meninggi. Vokal /a/ juga berkombinasi dengan beberapa konsonan, diantaranya konsonan /l/ pada kata /bismillah/, konsonan /d/ pada kata /da/, dan konsonan /t/ pada kata /ngawitan/. Efek yang ditimbulkan adalah pengucapan yang ringan.
Vokal yang muncul pada larik kedua adalah vokal /u/, /i/ dan /a/. Vokal /u/ berkombinasi dengan konsonan /m/ pada kata /mugi/, dan konsonan /g/ pada kata /gusti/. Efek yang diciptakan adalah pengucapan yang berat. Vokal /i/ dikombinasikan dengan konsonan /g/ pada kata /mugi/ dan konsonan /t/ pada kata /gusti/, efek yang dihasilkan adalah pengucapan yang berat dan meninggi. Sedangkan vokal /a/ berkombinasi dengan konsonan /n/, konsonan /t/, dan diftong /ng/ pada kata /nangtayungan/. Efek yang dihasilkan adalah pengucapan yang ringan.
Vokal yang dominan muncul pada larik ketiga adalah vokal /e/ yang berkombinasi dengan konsonan /s/ pada kata /asep/ dan konsonan /r/ pada kata /sasarengan/. Efek yang ditimbulkan adalah pengucapan yang ringan. Selain itu, dalam larik ketiga ini terdapat vokal /eu/ yang berkombinasi dengan vokal /i/ dan konsonan /s/ pada kata /euis/. Kombinasi ini menimbulkan efek pengucapan yang berat tapi rendah.
Vokal yang dominan muncul pada larik keempat adalah vocal /a/ yang dikombinasikan dengan konsonan /g/ dan vokal /i/ pada kata /mugia/ dan konsonan /k/,/s/,/l/,/t/ pada kata /kasalametan/. Kombinasi ini menimbulkan efek pengucapan yang ringan.
Berikut hasil analisis bunyi vokal dan konsonan yang terdapat pada bait pertama puisi sawer.
No. Bunyi vokal Bunyi konsonan
1. /i/, /a/ /b/, /s/, /m/, /l/, /d/, /ng/, /w/, /t/, /n/
2. /u/, /i/, /a/ /m/, /g/, /t/, /n/, /ng/, /y/
3. /eu/, /i/, /a/, /e/, /u/, /s/, /p/, /n/, /r/, /d/, /ng/
4. /u/, /i/, /a/, /e/ /m/, /g/, /k/, /s/, /l/, /t/, /n/
Table 2.1.1.1.5 Bunyi vokal dan konsonan pada teks puisi sawer bait pertama. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa bunyi konsonan yang paling dominan muncul pada bait pertama adalah bunyi vokal /i/ dan /a/. Hal ini terlihat dari munculnya vokal /i/ dan /a/ pada setiap larik pada bait pertama tersebut. Efek yang dihasilakn dari kombinasi tersebut adalah pengucapan yang ringan dan meninggi. Vokal /a/ dan /i/ yang mendominasi pada teks ini dapat memudahkan proses penghafalan karena bunyi-bunyi vokal tersebut merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek ringan.
Konsonan yang paling banyak muncul adalah konsonan /m/ dan diftong /ng/. Konsonan /m/ muncul dalam larik pertama yang berkombinasi dengan vokal /i/ pada kata /bismillah/. Efek yang dihasilkan adalah pengucapan yang terasa berat dan meninggi. Sedangkan diftong /ng/ berkombinasi dengan vokal /a/ pada kata /ngawitan/. Kombinasi tersebut menimbulkan efek pengucapan yang ringan. Konsonan /m/ yang muncul dalam larik kedua berkombinasi dengan vokal /u/, dan diftong /ng/ berkombinasi dengan vokal /a/ pada kata /nangtayungan/. Diftong /ng/ yang muncul pada larik ketiga berkombinasi dengan vokal /a/ pada kata /rendengan/. Konsonan /m/ yang muncul pada larik keempat dikombinasikan dengan vokal /u/ pada kata /mugia/ dan vokal /e/ pada kata /kasalametan/, sedangkan diftong /ng/ yang muncul dikombinasikan dengan vokal /a/ pada kata /rendengan/. Efek-efek yang ditimbulkan oleh kombinasi aliterasi dan vokal-vokal pada bait pertama ini menimbulkan efek pengucapan yang ringan.
2.1.1.1.3 Formula Irama Irama yang dipakai dalam menuturkan lagu sawer sebenarny bersifat arbitrer (mana suka), maksudnya, penutur puisi sawer dapat menggunakan irama yang dia mau. Namun, puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi memiliki irama tertentu dalam menuturkannya. Dalam irama tersebut terdapat pergantian naik-turun, keras-lembut, dan panjang-pendek ucapan bunyi bahasa yang dituturkan secara teratur.dalam hal ini, agar lebih jelas, teks yang dianalisis diberi tanda (─) untuk menandai nada yang panjang, tanda (∩) untuk menandai nada pendek, dan tanda (≥) untuk menandai nada sedang.
Berikut formulasi irama pada teks puisi sawer bait pertama :
Bismillah da ngawitan ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ≥ ∩
Mugi gusti nagtayungan ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩
Euis asep nu rendengan ∩ ≥ ∩ ≥ ∩ ∩ ∩ ∩
Mugia kasalametan ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩
Table 2.1.1.1.6 Formulasi irama pada teks puisi sawer bait pertama. Dari gambaran nada-nada di atas, dapat dilihat deskripsi yang lebih spesifik. Nada yang mayoritas digunakan pada teks ini adalah nada pendek (∩), hal itu terlihat dari letak tanda (∩) disemua larik pada bait pertama, sedangkan nada sedang (≥) hanya ada pada suku kedua terakhir di larik pertama dan pada larik ketiga suku kata kedua dan keempat. Tidak terdapat nada panjang (─) pada bait pertama. Tidak ada penekanan pada pelafalan suku kata bait pertama ini karena penutur menuturkan puisi sawer ini dengan nada yang relatif cepat, hal itu terlihat dari nada-nada pendek yang digunakan pada teks di atas.
2.1.1.2 Analisis Struktur Puisi Sawer Bait Kedua Teks asli bait 2 Teks terjemahan bait 2
(1) Salamet nu pangantenan selamat yang menjadi pengantin
(2) Ulah aya kakirangan jangan ada kekurangan
(3) Jeung tiasa sasarengan dan bisa bersama-sama
(4) Sangkan jadi bageur agar menjadi baik
2.1.1.2.1 Formula Sintaksis Bait kedua puisi sawer panganten ini dibentuk oleh satu kalimat yang terdiri dari beberapa klausa. Klausa pertama bait kedua merupakan klausa yang berkonstruksi P+O, letaknya ada pada larik pertama yaitu /salamet nu pangantenan/ yang terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Fungsi predikat diisi oleh kata /salamet/ yang berkategori kata sifat dan berperan sebagai perbuatan. Fungsi objek diisi oleh frasa /nu rendengan/ yang berkategori frasa verbal dan berperan sebagai penderita.
`
Analisis sintaksis salamet nu rendengan
Fungsi P O
Kategori A V
Peran Perbuatan Penderita
Tabel 2.1.1.1.7 Analisis sintaksis klausa pertama. Kata /salamet/ pada larik pertama ini merupakan predikat yang berkategori kata sifat dan berperan sebagai perbuatan karena merupakan jawaban dari apa yang objek (nu rendengan). Fungsi objek diisi oleh frasa nomina nu rendengan dan berperan sebagai penderita karena merupakan jawaban dari apa yang predikat (salamet).
` Larik kedua /ulah aya kakirangan/ merupakan klausa yang berkonstruksi P+O. Terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Fungsi predikat diisi oleh frasa /ulah aya/ yang berrkategori frasa verbal dan menempati peran sebagai perbuatan. Fungsi objek diisi oleh kata /kakirangan/ yang berkategori kata benda (nomina) dan berperan sebagai penderita.
Analisis sintaksis Ulah aya Kakirangan
Fungsi P O
Kategori V N
peran Perbuatan Penderita
Tabel 2.1.1.1.8 Analisis sintaksis klausa kedua. Frasa /ulah aya/ merupakan predikat yang berkategori frasa verbal dan berperan sebagai perbuatan. Sedangkan fungsi objek diisi olek kata /kakirangan/ yang berkategori kata benda dan menempati peran sebagai penderita karena merupakan jawaban dari apa yang predikat (ulah aya).
Larik ketiga /jeung tiasa sasarengan/ merupakan klausa yang berhubungan dengan klausa pada larik kedua. Terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Konstruksinya adalah Konj+P . Kata /jeung/ berfungsi sebagai konjungsi dan berperan sebagai penghubung. Fungsi predikat diisi oleh frasa /tiasa kakirangan/ yang berkategori frasa verbal dan menempati peran sebagai perbuatan.
Analisis sintaksis jeung Tiasa sasarengan
Fungsi Konj. P
Kategori - V
Peran Penghubung Perbuatan
Tabel 2.1.1.1.9 Analisis sintaksis klausa ketiga. Kata ./jeung/ merupakan kata penghubung intra kalimat yang berfungsi sebagai kata penghubung antara klausa pada larik kedua /ulah aya kakirangan/ dengan klausa pada larik ketiga /jeung tiasa sasarengan/. Fungsi predikat diisi oleh frasa /tiasa sasarengan/ yang berkategori frasa verbal dan berperan sebagai perbuatan karena menunjukan hal ynag dilakukan oleh objek.
Larik keempat /sangkan jadi bageur/ berkonstruksi P+O. Terdiri atas tiga kata dan enam suku kata. Fungsi predikat diisi frasa /sangkan jadi/ yang berkategori kata kerja (verba) dan berperan sebagai perbuatan. Fungsi objek diisi oleh kata /bageur/ yang berkategori kata sifat dan berperan sebagai penderita.
`
Analisis sintaksis sangkan jadi bageur
Fungsi P O
Kategori V A
peran perbuatan penderita
Tabel 2.1.1.1.10 Analisis sintaksis klausa keempat. Frasa /sangkan tiasa/ merupakan frasa yang mengisi fungsi perdikat, berkategori frasa verbal dan menempati peran sebagai perbuatan. Sedangkan kata /bageur/ yang mnempati fungsi objek berkategori kata sifat dan berperan sebagai penderita karena merupakan jawaban dari apa yang predikat (sangkan jadi).
2.1.1.2.2 Formula Bunyi Pada bait kedua, bunyi vokal yang dominan pada bait kedua adalah bunyi /a/ yang berkombinasi dengan bunyi konsonan tertentu.
Bunyi vokal yang banyak muncul pada larik pertama bait kedua adalah vokal /a/ yang dikombinasikan dengan konsonan /s/ dan /l/ pada kata /salamet/ dan konsonan /m/, /p/, /ng/, dan /n/ pada kata /pangantenan/. Efek yang ditimbulkan oleh kombinasi ini adalah pengucapan yang ringan.
Vokal /a/ merupakan vokal yang banyak muncul pada larik kedua, vokal tersebut dikombinasikan dengan konsonan /l/ pada kata /ulah/, konsonan /y/ pada kata /aya/, dan konsonan /k/, /r/, dan /ng/ pada kata /kakirangan/. Efek yang dihasilkan adalah pengucapan yang ringan.
Vokal yang dominan muncul pada larik ketiga adalah vokal /a/, vokal tersebut dikombiansikan dengan konsonan /s/ pada kata /tiasa/, juga konsonan /s/ dan /ng/ pada kata /sasarengan/. Kombinasi tersebut menghasilkan efek pengucapan ynag ringan.
Vokal yang banyak muncul pada larik keempat adalah vokal /a/. vokal tersebut berkombinasi dengan ; konsonan /s/, /k/ pada kata /sangkan/, konsonan /j/ pada kata jadi/, dan konsonan /b/ pada kata bageur/. Efek yang dihasilkan adalah pengucapan yang ringan.
Berikut hasil analisis bunyi vokal dan konsonan yang terdapat pada bait kedua puisi sawer.
No. Bunyi vokal Bunyi konsonan
1. /a/, /u/, /e/ /s/, /l/, /m/, /t/, /n/, /p/, /ng/
2. /u/, /a/, /i/ /l/, /h/, /y/, /k/, /r/, /ng/, /n/
3. /eu/, /i/, /a/, /e/ /j/, /ng/, /t/, /s/, /r/, /n/
4. /a/, /i/, /eu/ /s/, /ng/, /k/, /j/, /d/, /b/, /g/, /r/
Table 2.1.1.1.11 Bunyi vokal dan konsonan pada teks puisi sawer bait kedua. Dapat dilihat dari tabel di atas, vokal yang dominan muncul pada bait kedua ini adalah vokal /a/. Hal ini terlihat dari dominannya bunyi vokal /a/ dalam setiap larik pada bait kedua puisi sawer tersebut dan menghasilkan efek pengucapan yang ringan.
Konsonan yang paling banyak muncul dalam bait kedua ini adalah konsonan /n/. Pada larik pertama, konsonan /n/ berkombinasi dengan vokal /u/ pada kata /nu/ dan vokal /a/ pada kata /pangantenan/. Konsonan /n/ pada larik kedua berkombinasi dengan vokal /a/ pada kata /kakirangan/. Pada larik ketiga, konsonan /n/ dikombinasikan dengan vokal /a/ pada kata /sasarengan/, dan konsonan /n/ pada larik keempat berkombinasi dengan vokal /a/ pada kata /sangkan/. Aliterasi yang dominant muncul dalam bait kedua ini menimbulkan efek pengucapan yang berat.
2.1.1.2.3 Formula Irama
Berikut formulasi irama pada teks puisi sawer bait kedua :
Salamet nu pangantenan ∩ ∩ ∩ ≥ ∩ ∩ ∩ ─ Ulah aya kakirangan ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ Jeung tiasa sasarengan ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ≥ Sangkan jadi bageur ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ─ Table 2.1.1.1.12 Formulasi irama pada teks puisi sawer bait kedua. Nada yang mayoritas digunakan dalam bait kedua ini adalah nada pendek. Seperti halnya pada bait pertama, nada (∩) terlihat disetiap larik pada bait kedua ini. Sedangkan nada sedang (≥) hanya terdapat pada beberapa suku kata, yaitu pada suku kata ketiga larik pertama dan suku kata terakhir larik ketiga. Begitu pun dengan nada panjang (─), nada panjang hanya terdapat pada suku kata terakhir larik pertama dan suku kata terakhir pada bait keempat. Tidak terdapat penekanan pelafalan suku kata pada bait kedua. Di dalam bait kedua ini hanya ada nada-nada panjang pada akhir suku kata larik pertama dan akhir suku kata larik keempat, nada-nada tersebut menandai kata-kata yang penting untuk diingat oleh kedua mempelai pengantin.
2.1.1.3 Diksi Bahasa yang digunakan dalam teks puisi sawer panganten ini adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda yang dipakai bias dikategorikan sebagai bahasa Sunda yang biasa. Artinya, bahasa yang digunakan merupakan bahasa umum yang biasa digunakan sehari-hari dakam berkomunikasi. Seperti pada kata-kata ngawitan (mengawali), sasarengan (bersama-sama), bageur (baik), dan sebagainya.
Bahasa Sunda yang dipakai dalam teks puisi sawer ini merupakan bahasa Sunda lembut (lemes), yaitu bahasa Sunda yang biasa digunakan dalam konteks resmi dengan tujuan agar maksud yang disampaikan terdengar sopan. Misalnya kata-kata ngawitan, nagtayungan, kakirangan, sasarengan, bageur, dan sebagainya.
Dalam teks puisi sawer panganten ini digunakan bahasa Sunda ragam sedang. Maksudnya, ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa komunikasi yang dipakai oleh masyarakat luas. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah dal proses bertutur dan menyampaikan pesan yang terkandung dalam teks puisi sawer tersebut. Hal itu terlihat dari kalimat pada bait pertama berikut:
Salamet nu pangantenan Ulah aya kakirangan Jeung tiasa sasarengan Sngkan jadi bageur
Ragam bahasa yang digunakan pada bait kedua ini merupakan bahasa yang bukan bahasa kiasan. Artinya, teks puisi sawer ini bisa dipahami dengan mudah oleh semua orang yang mendengar puisi sawer tersebut.
Meskipun bahasa yang digunakan bukan bahasa yang puitis, namun terlihat adanya bahasa yang lembut dan komunikatif. Apalagi pada kata-kata yang maknanya memohon jepada Tuhan, kelembutan itu sangat terasa. Misalnya pada bait pertama berikut:
Bismillah ngawitan Mugi gusti nangtayungan Euis asep nu rendengan Mugia kasalametan
Larik pertama dan kedua merupakan permohonan pada Tuhan dengan harapan Tuhan meridhoi kedua mempelai pengantin.
2.1.1.4 Tema
Maksud dari puisi sawer ini pada dasarnya adalah memberi nasihat. Banyak nasihat yang terkandung dalam teks puisi sawer ini. Nasihat-nasihatnya berupa nasihat kepada kedua mempelai untuk menjadi keluarga yang baik (bahagia). Selain itu, banyak doa-doa yang disampaikan kepada kedua mempelai.
Analisis tema menggunakan teori Isotopi. Berikut penjelasan isotopi-isotopi pada teks puisi sawer panganten bait pertama dan kedua:
1. Isotopi Ketuhanan
Kata/frasa yang termasuk isotopi ketuhanan intensitas Denotatif (D)
Konotatif (K) Komponen makna bersama
Tuhan Gaib Sifat Bismillah 1x D/K + - + Mugi gusti 1x D/K + - + Nangtayungan 1x D/K + - +
Tabel 2.1.1.5.1 Isotopi Ketuhanan. Tabel diatas menggambarkan kata-kata yang mewakili isotopi ketuhanan. Dilihat dari komponen makna bersama, terlihat makna Tuhan mendominasi daripada makna gaib. Hal ini terjadi karena puisi sawer ini berisi permohonan kepada Tuhan. Motif yang ditimbulkan oleh isotopi ini adalah deskripsi tentang pengaruh Tuhan yang sangat penting dalam puisi sawer ini.
2. Isotopi Kekuatan
Kata/frasa yang termasuk isotopi kekuatan intensitas Denotatif (D)
Konotatif (K) Komponen makna bersama
Tuhan Gaib Sifat
nangtayungan 1x D/K + - +
Tabel 2.1.1.5.2 Isotopi Kekuatan. Hanya ada satu kata yang mewakili isotopi kekuatan. Makna yang terlihat adalah makna Tuhan yang menggambarkan bahwa Tuhan mempengaruhi puisi sawer ini, hingga Tuhan harus meridhoi pernikahan kedua mempelai. Motif yang ditimbulkan oleh isotopi ini adalah deskripsi tentang kekuatan Tuhan.
3. Isotopi Perbuatan
Kata/frasa yang termasuk isotopi perbuatan intensitas Denotative (D)
Konotatif (K) Komponen makna bersama
Perintah Aktivitas Sifat
Ngawitan 1x D + + + Nu rendengan 1x D/K + + + Nagtayungan 1x D/K + + + Salamet nu pangantenan 1x D - + + Tiasa sasarengan 1x D/K + + +
Tabel 2.1.1.5.3 Isotopi perbuatan. Pada tabel diatas terlihat aktivitas yang mendominasi. Selain itu ada makna perintah dan makna sifat yang menggambarkan adanya aktivitas yang sifatnya perintah. Motif yang ditimbulkan oleh isotopi perbuatan ini adalah deskripsi yang berkaitan dengan aktivitas yang dideskripsikan dalam puisi sawer ini.
4. Isotopi Perasaan
Kata/frasa yang termasuk isotopi perasaan intensitas Denotative (D)
Konotatif (K) Komponen makna bersama
Senang bahagia Sedih
Bageur 1x D/K + + -
salamet 1x D/K + + -
Tabel 2.1.1.5.4 Isotopi Perasaan. Hanya ada dua komponen yang termasuk isotopi perasaan, yaitu bageur dan salamet.kata-kata tersebut bisa bermakna senang dan bahagia, namun tidak sedih. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam teks puisi sawer ini terkandung harapan-harapan yang berhubungan dengan kebaikan dan keselamatan kedua mempelai pengantin. Motif dari isotopi ini adalah gambaran mengenai harapan manusia (pengantin) yang dideskripsikan dalam puisi sawer ini.
5. Isotopi Manusia
Kata/frasa yang termasuk isotopi manusia intensitas Denotative (D)
Konotatif (K) Komponen makna bersama
Tubuh berakal aktivitas
Euis asep 1x D/K + + - Nu rendengan 1x D/K + + + Nu pngantenan 1x D/K + + +
Tabel 2.1.1.5.5 Isotopi manusia. Ada tiga frasa yang masuk ke dalam isotopi manusia ini. Komponen bersamanyaadalah tubuh, berakal, dan aktivitas. Semua komponen makna tersebut bias dikatakan seimbang mengisi komponen makna isotopi manusia. Hal tersebut menunujukan bahwa puisi sawer ini berisi harapan-harapan bagi manusia yang akan memulai kehidupan rumah tangga kedua mempelai. Motif dari isotopi manusia ini adalah deskripsi manusia sesuai dengan aktivitasnya yang dideskripsikan dalam puisi sawer ini.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah bagan dari analisis isotopi-isotopi yang membentuk motif-motif sehingga membentuk tema dari teks.
2.1.2 Konteks Penuturan Puisi Sawer Panganten Ketika menganalisis puisi sawer, maka akan sangat berkaitan dengan penutur, petutur, waktu penuturan, dan bilamana puisi sawer tersebut dituturkan.
Puisi sawer yang dianalisis oleh penulis adalah puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam sebuah pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut, pada hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2008. Pak Dadi adalah seorang tukang sawer yang sering diminta jasanya untuk menyawer pengantin dalam beberapa pernikahan. Beliau merupakan salah satu tukang sawer laki-laki yang sangat berkompeten dan berpengalaman. Hal itu terlihat dari cara beliau menuturkan kidung dan puisi sawer tanpa melihat teks.
Petutur yang biasa menjadi audiens dalam sebuah pernikahan adalah masyarakat sekitar tempat pernikahan, para tamu undangan, dan keluarga kedua mempelai pengantin. Yang menjadi petutur dalam saweran yang dilaksanakan pada tanggal 6 Desember ini, adalah masyarakat sekitar tempat pernikahan, khususnya anak-anak kecil dan ibu-ibu, dan keluarga kedua mempelai pengantin. Para tamu undangan tidak menyaksikan saweran tersebut karena mereka berada di tempat tamu undangan yang telah disediakan oleh panitia, sedangkan sawerannya dilaksanakan di depan mesjid tempat berlangsungnya akad nikah. Kedua keluarga mempelai pengantin bertugas untuk menyawer (melemparkan uang, beras, dan permen) kepada para petutur.
Pada awal saweran, penutur puisi sawer membacakan doa-doa dan harapan-harapan bagi kedua mempelai, setelah itu, beliau menuturkan kidung terlebih dahulu, kemudian setelah itu puisi sawer dituturkan sebagai penutup. Karena permintaan dari kedua keluarga mempelai untuk mengakhiri saweran, maka sebelum puisi sawer dituturkan seluruhnya, saweran tersebut pun dihentikan.
2.1.3 Proses Penciptaan Puisi Sawer Panganten
Berikut bagan proses penciptaan puisi sawer panganten :
Guru sawer - Tukang sawer - Petutur
Keterangan :
Bagan 2.1.3 Proses penciptaan puisi sawer panganten. Proses penciptaan puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi ini adalah proses penciptaan terstruktur dan spontan. Menurut informan, proses penciptaan puisi sawer ini diawali dari guru sawer (juru sawer juga yang sekaligus menjadi guru bagi tukang sawer tersebut) yang mewariskan puisi sawer tersebut secara terstruktur kepada tukang sawer. Dikatakan terstruktur karena guru sawer mewariskan puisi sawer tersebut secara terstruktur melalui teks dan latihan.
Selanjutnya proses penuturan puisi sawer secara spontan. Proses penuturan tersebut dilakukan secara spontan tanpa.melihat teks.
2.1.4 Fungsi Puisi Sawer Panganten Teks puisi sawer panganten ini memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang terdapat pada teks puisi sawer ini antara lain: sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, sebagai bagian dari upacara pernikahan, dan sebagai hiburan.
Sebagai sistem proyeksi, artinya, ketika puisi sawer dituturkan, tentunya si penutur mengharapkan kedua mempekai pengantin hidup bahagia, hingga dia menciptakan proyeksi baru dalam pikirannya.
Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial. Maksudnya, teks puisi sawer panganten ini berisi nasihat-nasihat yang sesuai dengan norma-norma sosial. Hal tersebut tentunya sangat berguna bagi kehidupan rumah tangga kedua mempelai pengantin.
Sebagai bagian dari upacara pernikahan. Puisi sawer panganten yang dituturkan oleh juru sawer (tukang sawer) merupakan bagian dari upacara pernikahan. Acara saweran dilaksanakan setelah acara akad nikah selesai dan puisi sawer tersebut dituturkan dalam acara saweran itu.
Sebagai hiburan. Ketika acara saweran berlangsung, juru sawer (tukang sawer) menuturkan puisi sawer tersebut dengan irama yang menghibur. Selain itu, tradisi menyawer (melemparkan uang, beras, dan permen yang diiringi puisi sawer) juga menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak dan masyarakat sekitar tempat pernikahan yang menyaksikan acara saweran tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
3.1 Struktur
Struktur kalimat pada teks puisi panganten bait pertama dan kedua terdiri atas kalusa-klausa dan kalimat-kalimat terikat yang setiap larikya berhubungan. Terdapat empat larik dalam setiap baitnya dan dalam setiap kalimat di setiap larik selalu terdapat predikat, baik predikat yang berkategori nomina, verbal, maupun adjektival.
Bunyi vokal yang dominan muncul dalam teks puisi sawer panganten bait pertama dan kedua ini adalah bunyi vocal /a/ dan /i/ yang dikombinasikan dengan berbagai konsonan.
Irama ynag digunakan dalam menuturkan puisi sawer ini didominasi oleh nada pendek karena penutur menuturkan puisi sawer ini dengan nada yang relative cepat. Hal ini terlihat dari banyaknya nada pendek (∩) yang terdapat dalam analisis formula irama. Sedangkan nada panjang (≥) dan nada sedang (─) hanya digunakan dalam beberapa suku kata terakhir dan tengah saja.
Teks puisi sawer panganten ini menggunakan bahasa Sunda yang biasa, artinya, bahasa yang biasa digunakan masyarakat luas untuk berkomunikasi sehari-hari atau bisa juga dikatakan bahasa yang komunikatif. Hal itu terjadi karena dengan bahasa yang mudah dimengerti, maksud dari puisi tersebut juga akan mudah dipahami oleh para petutur. Bahasa Sunda yang dipakai bisa dikatakan sebagai bahasa Sunda ragam sedang yang lembut (lemes).
Tema yang dianalisis menggunakan teori isotopi. Terdapat 5 isotopi dalam teks puisi sawer panganten ini, diantaranya ada isotopi ketuhanan, isotopi kekuatan, isotopi perasaan, isotopi pekerjaan, dan isotopi manusia.
3.2 Konteks Penuturan
Puisi sawer yang dianalisis oleh penulis adalah puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi dalam sebuah pernikahan di Kampung Cijolang, Kecamatan Bl. Limbangan, Kabupaten Garut, pada hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2008. Beliau adalah seorang juru sawer yyang berpengalaman. Hal itu terlihat dari cara beliau menuturkan puisi sawer panganten tersebut tanpa menggunakan teks (naskah).
Sebelum menuturkan puisi sawer panganten, penutur terlebih dahulu membuka acara sawer tersebut dengan memanjatkan doa-doa dan menyanyikan kidung sawer pengantin. Setelah itu barulah puisi sawer dituturkan. Penutur hanya bertugas mengiringi acara saweran dengan menuturkan puisi sawer tersebut, sedangkan yang bertugas menyawer (melemparkan uang, beras, dan permen) adalah keluarga dari kedua mempelai pengantin.
3.3 Proses Penciptaan
Proses penciptaan puisi sawer yang dituturkan oleh Pak Dadi ini adalah proses penciptaan terstruktur dan spontan. Menurut informan, proses penciptaan puisi sawer ini diawali dari guru sawer yang mewariskan puisi sawer tersebut secara terstruktur kepada tukang sawer. Dikatakan terstruktur karena guru sawer mewariskan puisi sawer tersebut secara terstruktur melalui teks dan latihan. Selanjutnya proses penuturan puisi sawer secara spontan. Proses penuturan tersebut dilakukan secara spontan tanpa.melihat teks.
3.4 Fungsi
Teks puisi sawer panganten ini memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang terdapat pada teks puisi sawer ini antara lain: sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, sebagai bagian dari upacara pernikahan, dan sebagai hiburan.
Oleh Melda Martini
dari mana dapet teori isotopi, mel?
BalasHapusskripsiku ttg itu (isotopi), tapi masih kesilitan nyari defenisi yang kuat. buku apa ya yg ngebahas atau memuat teori/defenisi seputar isotopi. mohon bantuannya. trims!