Senin, 30 November 2009

PRAGMATIK

Apa itu pragmatik? dan pentingkah pragmatik itu?

Setiap teori (penemuan) dalam bidang apapun selalu mengalami perkembangan, tidak terkecuali dalam bidang bahasa. Pragmatik adalah kelanjutan dari teori bahasa sebelumnya (teori struktural). Teori ini lahir karena ketidakpuasan para ahli bahasa terhadap teori struktural. Kenapa? Teori struktural dinilai tidak dapat menjawab permasalahan yang ada. Kenapa? Break sebentar...! Apakah tulisan ini menurut Anda terlalu banyak kata “kenapa”? Memang ini disengaja, agar kita terus bertanya dan tidak cepat percaya tanpa mencerna dengan sejelas-jelasnya.

Bagi yang belum tahu apa itu teori “struktural” mungkin dalam hal ini struktural bisa dikatakan “aturan bahasa atau struktur bahasa,” teori struktural ada sebelum pragmatik lahir, dedengkot teori ini bernama Ferdinand de Saussure. Kembali lagi ke topik, intinya adalah kajian secara struktural mempunyai keterbatasan untuk menjelaskan permasalahan bahasa. Misal, kalimat di bawah ini jika di kaji dengan teori struktural:

1) Jam berapa sekarang?

Menurut Anda apakah seseorang yang menuturkan kalimat tersebut bermaksud menanyakan waktu? Ya, jika menggunakan analisis struktual, karena struktural hanya menganilisis berdasarkan teks (apa yang ada di dalam teks/makna teks). Akan tetapi, jika analisisnya pragmatik kalimat di atas belum tentu bermaksud menanyakan waktu, artinya bisa ya bisa tidak. Pragamatik tidak hanya menganalisis berdasarkan teks, tetapi juga konteks (apa yang ada di luar teks). Bisa saja kalimat itu sebuah sindiran atau teguran, bahkan larangan dari si penutur. Misalnya saja kalimat tersebut dilontarkan seorang dosen kepada mahasiswanya yang terlambat mengikuti kuliah. Kalimat tersebut bisa saja bermaksud menegur mahasiswa tersebut secara tidak langsung karena sudah terlambat lebih dari satu jam misalnya.

2) Hari ini kita lakukan operasi.

Kajian secara struktural hanya dapat menjelaskan mana subjek, predikat objek dan sebagainya. Hari ini = keterangan waktu, kita= subjek, melakukan= predikat, operasi = pelangkap. Jika dilihat dari segi makna, tak lebih dari seseorang yang ingin melakukan tindakan (operasi). Operasi apa? Struktural tidak sampai menelisik sampai ke sana.

Sebatas itu saja “mungkin” analisis struktural, saya katakan mungkin karena memang analisis struktural tidak hanya secara sintaksis saja, ada beberapa analisis lainnya. Akan tetapi, saya ambil salah satu pendekatannya saja. Kalimat di atas akan berbeda jika dikaji secara pragmatik. Pragmatik akan melibatkan konteks di luar teks itu sendiri, dalam hal ini adalah siapa penutur kalimat tersebut. Kalimat “operasi” ini siapa yang menuturkan. Apakah seorang dokter, prajurit, atau mungkin maling?

Jika yang menuturkannya dokter, maka kata operasi ini berarti melakukan bedah, amputasi atau sebagainya; Jika yang menuturkannya adalah seorang prajurit, maka bisa berarti penyerangan, penyergapan a; dan jika yang menuturkannya adalah seorang maling, maka bisa berarti tindakan pencurian atau perampokan dan sebagainya, pokoknya yang berhubungan dengan tindak kriminal-lah kiranya.

3) Bola biliar mencium Juned.

Jika dianalisis secara struktural hasilnya begini: Bola biliar= subjek, mencium= predikat, Juned = objek. Kalimat ini tidak berterima jika dianalisis secara struktural, karena ciri distingtif (ciri pembeda) subjek tidak boleh (-) artinya subjek tidak boleh berupa benda mati, yang benar adalah Juned mencium bola biliar. Kalimat contoh (3) di atas pun terdengar tidak logis jika tidak melibatkan konteks, bagaimana mungkin bola mencium seseorang.

Akan tetapi dalam pragmatik kalimat di atas bisa berterima. Jika konteks kalimat di atas begini: teman Juned menyodok bola biliar terlalu keras, atau terkena bagian bawah bola biliar, kemudaian bola terpental ke muka Juned, dan mengakibatkan muka Juned menjadi lebam , maka teman Juned yang satunya lagi ketika bercerita kepada temannya yang lain mengatakan kalau bola biliar mencium Juned. Bisa jadi itu sebuah ejekan kepada temannya Juned karena hal itu dinilai suatu tindakan yang memalukan (ketahuan amatirlah, mungkin begitu), atau mungkin ejekan kepada Juned yang sedang ketiban sial. Jadi kalimat ini berterima jika dikaji dengan pragmatik, karena pragmatik tidak mengkaji benar dan salah suatu tuturan, tetapi mengkaji maksud dari sebuah tuturan.

Lalu pentingkah pragmatik? Jawabannya relatif tergantung pendapat masing-masing, tetapi yang pasti apa yang kita tuturkan belum tentu sesuai dengan yang kita maksud. Hal ini bisa saja menimbulkan kesalahpahaman. Pragmatik mengkaji tidak hanya sebatas teks, tetapi konteks, dalam hal ini bukan hanya makna, tetapi maksud sebenarnya dari tuturan. Oleh karenanya, pragmatik mampu menjelaskan permasalahan bahasa secara utuh, dan menurut saya ini penting.

***
Oleh pemilik blog ini

1 komentar:

Silakan beri komentar